Bahasa Untuk Taklukkan Dunia. "Bunda, malam ini cepat istirahat ya, kan besok mau berangkat, perjalanan panjang lagi, so kudu jaga stamina!"
"Siap, Bang"
Begitulah pak suami a.k.a Bang Iqbal panggilan mesra akyuuu (hmmm... mulai pamer kemesraan dia) memberi lampu kuning agar aku tidak kebablasan di depan leppi. Besok kami mau memulai petualangan baru, ke Singapore, Malaysia dan balik lagi ke Singapore lanjut ke Jeddah Saudi Arabia.
*****
Aku melirik alarm jam 5 subuh, menyeret kaki bergegas ke kamar mandi. Hari ini mandinya agak ekstra kakaa... hahaha... soalnya mo ke luar negeri. Hihihi... katrok yaaa... Hush, sirik aja loe!
Iya, ini adalah pengalaman pertama aku terbang bareng hubby ke Jeddah Saudi Arabia via Singapore.
Entah mengapa hatiku seperti dibawa ke momen kenal pertama kali dengan doi setelah beberapa tahun berpisah, suatu hari di tahun 1993.
Dag, dig, dug, der gitu. Hal seperti ini juga aku alami saat tahun-tahun pertama pernikahan kami, terutama saat menjelang jam kantor usai dan doi akan tiba di rumah. Momen mendengar ketukan, menyambutnya dan memberikan dekapan di bibir pintu. Meski doi masih bau keringat. Entah mengapa aku suka banget dengan sinergi bau parfum dan keringat tubuh doi. Hayyyaa...
Kembali ke laptop!
Pesawat yang kami tumpangi, Silk Air juga merupakan pengalaman pertama. Tak pernah terbersit untuk bisa terbang dengannya karena harganya yang jauh nun jauh... di atas harga rata-rata. Jadi, komplit banget 'menu' hari ini. Semua serba perdana.
Aku percaya pengalaman pertama pasti akan menorehkan banyak cerita, rasanya tak sabar ya ingin segera mengecapnya, sedikit demi sedikit dengan hati, biar sampai juga... ke hati, setuju?
Hal itu sudah bermula saat kami tiba di bandara Sepinggan Balikpapan. Ruang tunggu keberangkatan internasional yang dulu hanya bisa aku tatap dari kejauhan, saat ini ke sanalah kaki melangkah.
Saat memasuki peron terminal adrenalin sudah mulai ambil kendali, jantungku berloncatan seperti mau ke luar dari diri. Ahhh... luar biasa ya saat emosi kendalikan diri.
Subhanallah, Subhanallah hanya itu yang terlintas di hati.
Ternyata kami penumpang pertama yang tiba, tak ayal lagi kami langsung mengeksplor ruang tunggu yang didesain apik menggunakan warna putih dan hijau pupus.
"Bunda, ntar di Singapore kayaknya bunda nih yang paling banyak bicara"
"Iya, gak apa-apa, Bang"
"Coba Abang bisa bahasa Inggris ya, pasti bisa banyak membantu"
"Diniatkan saja dulu, niat yang kuat, diikuti usaha, Bang, Insya Allah pasti bisa!"
"Ntar, jangan diketawain ya!"
"Nggak laaa"
Aku jadi ingat pengalamanku dulu saat duduk di SMP dan SMA. Saat itu alergi banget sama pelajaran bahasa Inggris, padahal pengen banget keliling dunia. Konyol banget kan ya! Yaa... namanya juga masih anak-anak.
Kini, aku sadari betapa beruntungnya aku punya kemampuan itu meski perlu perbaikan, terutama dengan tata bahasa (grammar) yang masih berantakan. Tapi menurut www.duaransel.com, situs travel hit, bahasa travel itu tak perlu yang rumit. Cukup mantapkan bahasa Inggris, bahasa dan aksara setempat sedikit, bahasa tubuh dan jari dan... tarrraaa nekad. Hahaha... aku suka banget bagian terakhir ini.
Jadi sekali lagi, dalam dunia pelancongan apalagi yang doyan backpacker, bahasa Inggris is a must, bahkan saking pentingnya, Kementrian Pariwisata Republik Indonesia bahkan merilis situs pariwisata resmi Indonesia Travel. Jadi, suatu saat ada turis yang tanya tentang Seminyak Bali bisa langsung meluncur ke situ.
Aku sendiri malah belum pernah ke sana. Semoga tahun 2017 ini, hobbi ngeblog bisa membawaku ke tempat-tempat impian lainnya seperti Lombok, Belitung dan Raja Ampat. Aamiin.
Tak berapa lama panggilan penumpang agar segera masuk pesawat bergema, penerbangan ke Singapore akan kami tempuh selama 2 jam.
Begitu tiba dipintu pesawat dua awak kabin menyapa dengan senyum tulus dan ramah. Peranakan India dan Melayu. Wow, what a perfect combination ya, ASEAN, banget!
Betulkan prediksi aku, penumpang pesawat yang masuk notabene ekspatriat melulu. Kami seperti tersesat dan tak bisa bangkit lagi.
Tempat duduk lega dan kabin bersih segera terekam dan mendadak rasa nyaman menyergap.
Aku menanti sesi demo para awak kabin yang biasa disuguhkan di pesawat domestik. Namun, tidak kali ini. Semua demo tersaji lewat pesawat TV di depan kami.
Pesawat take off sempurna, meski cuaca sedikit mendung kelabu, menambah suasana di kabin semakin syahdu. Halah!
Beberapa menit berlalu, suasana syahdu berpadu dengan sesuatu yang diseret, semakin dekat, dekat dan... saatnya sarapan... di pesawat. Ciee...cie...
Karena cuaca mendung aku memutuskan membaca inflight magazine dan segera larut dalam petualangan yang beberapa di antaranya menggunakan bahasa Inggris. Kembali kemampuan bahasa aku diuji.
Terbukti, menguasai bahasa travel, utamanya bahasa Inggris memang punya nilai plus apalagi jika kita punya hobbi berkelana ke manca negara ya, kakaa...
Dengan bahasa kita mampu menaklukkan dunia, sungguh!
Kembali rasa penasaran berkejaran, gerangan pengalaman apakah yang sedang menantiku di depan?