Senin, 29 Februari 2016

Osaka Castle Istana di dalam Taman

Osaka Castle Legenda di Pusat Kota

Osaka Castle Istana di dalam Taman. Selamat datang di Osaka Castle, bacanya seperti suara pengumuman di bandara ya. Hahaha...

Biar lebih seru baca kisah sebelumnya di sini, kakaa...

Bangunan ikonik ini terletak di tengah kota di dalam taman Osaka. Didominasi oleh warna hijau, putih dan emas, dan semakin diminati wisatawan lokal maupun internasional.

Begitu memasuki taman, mata sudah dimanjakan dengan pemandangan indah yang membuat rasa lelah menguap ke angkasa. Hijau pepohonan membelah jalan raya bersinergi dengan desain taman. Dan... apa daya, kembali takjub membelit hati, tak mau pergi.



Pada tahun 1496, istana Osaka awalnya berfungsi sebagai kediaman pendeta Budha Rennyo yang memilih lokasi di tanjakan (Osaka) dengan nama Osaka Honganji, dan baru pada tahun 1583 dibangun oleh Oda Nobunaga menyerupai istana, dan juga sekaligus berfungsi sebagai benteng sejak zaman Azuchi Momoyama hingga zaman Edo.

Ada 3 generasi yang telah mendiami istana ini. Bahkan pada perang dunia kedua juga berfungsi sebagai pusat pembuatan dan gudang senjata dengan 60.000 pekerja

Dapat di akses melalui dua pintu, pintu gerbang Otemon dan Sakuramon.

Kami memilih masuk dari Sakuramon.

Pintu gerbang ini menuju bagian selatan benteng utama (Honmaru). Dikelilingi empat sisi tembok bata, ia adalah contoh pintu gerbang Masugata, mirip dengan tempat beras (bahasa Jepang : Masu). Pintu ini juga hasil rekonstruksi, karena bangunan asli habis terbakar saat zaman restorasi Meiji.

Aku langsung berpose di jembatan di atas parit kering (Karahori) yang memisahkan Honmaru dan Ninomaru (bangunan pendukung).

Begitu masuk kami segera disambut batu-batu raksasa berukuran 59.4 meter persegi yang disebut batu gurita (Takoishi) dan merupakan batu terbesar yang pernah digunakan dalam membangun tembok istana di Jepang.

Wah, sudah ada banyak turis di sini. Tua muda semua hanyut dalam suasana kharismatik istana. Saat itu istana didominasi rombongan dari Korea. Mereka memenuhi semua sudut istana. Tua muda berbalut outfit bak fashionista. Seru juga! Serasa menonton pagelaran fashion show.

Nun... jauh di tengah taman seorang bapak tua sedang asyik memberi makan kawanan burung dara yang super jinak. Kemana bapak itu pergi kawanan itu segera mengiringi, bahkan hinggap di tangan sembari mematuk makanan.

Aku dan teman memberanikan membaur dengan burung, mereka tidak merasa terganggu. Acuh, tetap makan. Dalam hati aku masih ragu, takut kalau-kalau burung berubah mood dan menyerangku dan kamera menangkap momen itu. Ha ha ha ha. Bahasa tubuh, gak bisa bohong la...!



Kami segera tenggelam dalam keindahan taman. Rasanya setiap jengkal ingin diabadikan.

Coba deh lihat lewat foto-foto berikut ini.



Berhubung terbatasnya waktu, kami tak bisa menikmati menara utama yang berfungsi sebagai museum yang terdiri dari 8 lantai, di mana di lantai 7 terdapat diorama yang merangkai 19 penggalan cerita kehidupan Toyotomi Hideyoshi, generasi pertama pembangun istana ini yang disajikan dalam bentuk layar televisi yang bersambung seiring berpindahnya pengunjung.

Keunikan lainnya adalah saat naik ke istana kita bisa menggunakan elevator, namun untuk turun kita harus menggunakan tangga, dan itu makan waktu sangat lama.

Sementara agenda lain sudah menunggu selain badan yang sudah gatal tidak karuan karena belum mandi sejak dari Jakarta dan perut yang keroncongan. Jadi ya dengan berat hati kami meninggalkan istana yang masih menyimpan banyak  keindahan seperti taman Nishinomaru, jembatan Gokurabashi, dan sumur Kinmeisui.

All you can eat, tema makan siang kali ini, kecuali minuman beralkohol, ding. Kelompok tur di bagi dua, yang makan pork dan non pork. Menunya yakiniku. Wew, mantap!

Yakiniku itu adalah irisan super tipis daging yang di panggang/di bakar di atas api, yang sebelumnya telah dicelup kedalam saus yang berupa campuran kecap, sake, gula, bawang putih dan wijen. Nikmat sekali. Makanan penutup juga tersedia seperti puding dan aneka es krim. Restoran ini juga menyediakan tempat sholat lho. Keren!

Saking laparnya, sampai lupa foto-foto makanan. Begitu perut kenyang baru deh ingat. Hahaha...


Berikut tips wisata ke Osaka Castle :
  • Sebaiknya datang pada saat bunga Sakura berbunga, dan berbeda untuk setiap kota/tempat di Jepang. Untuk contekan bisa lihat di https://sakura.weathermap.jp/en.php
  • Berkunjunglah pada pagi hari karena perjalanan dari stasiun terdekat sangat jauh dan saat udara masih sejuk
  • Sediakan waktu 3-4 jam agar bisa puas menikmati semua obyek wisata yang ada di dalamnya
  • Rasakan sensasi memakai baju zirah Jepang di photo booth
  • Naik ke dek observasi di lantai tertinggi dan nikmati keindahan taman hijau dan kota Osaka di kejauhan
  • Jam berkunjung 0900-1700 
  • Harga tiket 600 yen untuk dewasa dan gratis untuk anak-anak 
Gimana? Apa kamu juga punya pengalaman ala-ala  Osaka Castle istana di dalam taman?

Oh iya, mau tahu destinasi berikutnya?

Atau mau tahu banget? *tsaaahhh...

Tunggu yaa...



Senin, 22 Februari 2016

Sensasi Lift Dan Eskalator Transparan

Umeda Sky Building Sensasi Lift Dan Eskalator Transparan
Pose ini hasil arahan Pak Usman yang baik hati 

Sensasi Lift dan Eskalator Transparan. Umeda Sky Building adalah lokasi pertama yang kami kunjungi. Terletak di distrik Kita-ku, Osaka. Gedung yang awalnya dikonsep tahun 1988 dengan 4 menara, namun dengan beberapa pertimbangan akhirnya diputuskan hanya menjadi 2 saja, dan selesai tahun 1993, dengan tinggi 173 meter.
Biar tambah seru baca pengalaman pemanasan sebelumnya di sini
Ia adalah gedung yang sangat terkenal dan tertinggi ke-19 di prefektur Osaka, kota nomor 2 terbesar di Jepang. Keunikannya terdapat pada desainnya yang tidak biasa, bak gerbang raksasa dengan bolongan yang menyatukan kedua puncak menara.

Nah, ke puncak di lantai 40, dek observasi itu kita menuju, Floating Garden Observatory.

Akses ke taman gantung ini terpisah dari kompleks perkantoran.

Dengan lift yang transparan, sejak dari lantai dasar kami sudah dimanjakan dengan pemandangan kota Osaka yang mengagumkan. Tak henti-hentinya kami mengagumi hingga tak terasa lift telah berhenti, dan... hanya sampai lantai 35.

Kekaguman kembali menyelimuti sisa perjalanan menuju lantai 39, tempat loket dan pintu masuk dek observasi.

Kali ini bukan lift transparan, namun eskalator yang menukik dan bagai melayang dari gedung pertama menuju gedung kedua dan jelas terlihat tidak ada penopang di bawahnya. Serasa berjalan lepas di udara bebas.

Berbagai ekspressi terekam. Ada yang histeris memekik ngeri, ada yang berpegangan sambil mencengkeram kencang siapa saja yang ada dalam radiusnya. Ada juga yang komat-kamit membaca doa. Sementara aku memilih tenggelam dalam bisu, antara takjub dan takut. Gak jelas. Hahaha...

Adrenalin berpacu dengan waktu, sungguh!

Bagi yang pobia ketinggian, ini sungguh pengalaman yang menegangkan!

So are you dare?

Akhirnya... sampai juga di Floating Garden Observatory lantai 40. Puncak Umeda Sky Building.

Biar lebih afdol nih aku lampirkan big picture ala foto drone. Biar kekinian laaa...

Dan... baca juga pengalaman pertamaku ke luar negeri yang ini ya.


Tampilan Ala Drone Umeda Sky Building
Sumber foto https://www.flickr.com
Dalam bayanganku, kami akan menemukan kebun dalam arti sesungguhnya. 

Ternyata salah, sodara-sodara!

Tempat ini adalah dek observasi, berbentuk lingkaran dengan bolongan di tengah. Cara sempurna menikmati keindahan kota Osaka yang besar, modern dan sibuk dari ketinggian. Beberapa puncak gedung pencakar langit seperti berlomba meraih kaki langit.

Sinergi desain futuristik dengan dinding dan atap gedung yang terbuat dari kaca transparan, membuat adrenalin terpompa dan bergidik saat melempar pandang nun jauh ke lantai dasar di bawah sana. Tak terhalang apapun. Sensasi melayang kembali terasa.

Hiiii... bisa dibayangkan?

Dek Observasi Floating Garden Observatory

Semilir angin lembut menyapa pipi seolah mengucapkan selamat datang di Osaka.  


Dek Observasi Floating Garden Observatory

Sayang, gerimis dan cuaca mendung, dan dengan kamera digital, hasil foto tidak begitu mendukung. Tak berapa lama hujan pun tumpah, belum puas eksis dan narsis kami harus bergegas masuk kedalam gedung, sayang sekali!

Beberapa saat kemudian kamipun turun dan berada di eskalator transparan yang sarat sensasi, lagi. Namun kali ini emosi sudah lumayan terkendali dan punya nyali jepret sana dan sini. 

Hihihi...

Eskalator transparan menuju Floating Garden Observatory

Kembali kami ke lantai 39 dan ada photo booth untuk kenang-kenangan pernah eksis di sini, lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun kejadian.

Floating Garden Observatory

Juga ada gerai aneka aksesori khas Jepang, aula dan... restoran. Duh, jadi lapar!

Dan yup bisa di tebak... foto-foto lagi!

Aneka aksesori di lantai 39 Floating Garden Observatory

Aneka Aksesori di Lantai 39 Floating Garden Observatory

Selanjutnya kami turun dengan menggunakan lift transparan kembali menuju lantai dasar. Mengulang sensasi melayang di ketinggian.

Hujan sudah berhenti, cuaca cerah kembali. Sembari duduk aku menyapu pandangan ke segala penjuru. Tak kutemukan sampah, hanya beberapa orang sedang lalu-lalang diiringi gemercik air mancur dari kejauhan. Ketenangan dan kenyamanan jelas terbaca di sini.

Lantai dasar Umeda Sky Building

Iya, tak ada orang yang mondar-mandir seperti tak punya pekerjaan. Sepertinya informasi itu, tentang etos kerja orang Jepang yang disiplin, komitmen tinggi pada pekerjaan, pekerja keras terbukti.

Aku juga menyadari, tadi sepanjang jalan menuju bangunan ini, para manula selalu aku temukan dalam keadaan bekerja. Tak ada yang berleha-leha. Aku harus mengkonfirmasikan hal ini kepada Pak Usman.

Ini ada sedikit tips. Siapa tahu giliran kamu, kamu dan kamu ke sini. Seperti kata master-master traveler di antaranya, penting lho mengetahui apa saja sih aktivitas favorit di tempat wisata yang akan kita tuju.

Tips ke Umeda Sky Building
  • Jika bisa memilih datanglah malam hari, agar bisa optimal menyaksikan efek glowing in the dark lantai Floating Garden Observatory seperti di bawah ini. Keren kan!
Efek glowing dark Floating Garden Observatory
Pinjam foto dari http://thedailyjapan.com
  • Tiket masuk 700 yen
  • Kenakan kostum yang mengandung neon, dijamin makin seru!
  • Siapkan kamera, make sure enough power ya kakaaa...
Semoga terhibur dengan pengalamanku di Umeda Sky Building

Siap- siap, next stop, Osaka Castle


Selasa, 16 Februari 2016

Serba-Serbi Ngebolang ke Jepang


Jepang


Serba-Serbi Ngebolang ke Jepang. Suara kereta dorong membangunkanku, saatnya snack dini hari.
Biar lebih nyambung baca kisah sebelumnya di sini, ya kakaa...
Aku minum jus guava dan segelas air putih. Tak bisa tidur kembali, aku menonton film The Fault In Our Stars yang mengharu biru.

Film belum usai, kantuk menyerang kembali. Aku matikan TV dan kembali aku terlelap, meski sesekali terusik, karena kepalaku terkulai, terbangun, tertidur, terkulai lagi. Begitu seterusnya, hingga jam menunjukkan pukul lima. Segera aku menunaikan kewajiban. Tayammum, tentu saja.

Tak berapa lama sarapan pagi pun tiba. Aku pilih western style menu. Mantap, ada croissant yang tersaji hangat. Duh renyah dan garing, puding dan jus guava (lagi).

Nun, jauh di sana cahaya ufuk merah menggoda mengintip, malu-malu. Indah sekali. Sayang, aku tak bisa mengabadikannya. Selain tak punya kamera canggih, akupun tak yakin apakah diperkenankan.

Osaka, Aku datang!

Jam 8 pagi waktu Osaka, kami mendarat di bandara Kansai International (KIX). Ada 2 jam perbedaan waktu dengan Jakarta (WIB). Osaka lebih cepat 2 jam.

Wow, aroma keteraturan, disiplin segera terasa begitu memasuki terminal kedatangan. Karyawan telah sibuk di posnya masing-masing. Wajah serius ada di mana-mana. He he he... Suasana masih cukup hening dan lengang. Mungkin pesawat kami yang pertama mendarat ya?

Untuk pemula seperti saya, desain terminal ini sangat membantu. karena begitu keluar dari perut pesawat, penumpang telah di arahkan sedemikian agar tidak tersesat. Posisi panah arah tujuan juga strategis. Kemungkinan untuk tersesat sangat tipis.

Melewati berbagai lorong, akhirnya kami tiba di counter imigrasi. Seorang staf mengucapkan salam dan mengarahkan kami kebeberapa counter guna menghindari panjangnya antrian. Sungguh teratur!

Hei... aku temukan pengalaman baru di sini!

Saat kita sampai di depan counter imigrasi, tak bisa serta merta mengantri dekat dengan meja. Ada jarak tertentu kira-kira 1.5 meter dan diberi warna kuning.

Duh,,, tadinya aku mau foto. Namun ada tanda gede banget NO PHOTO!!

Haisss...

Giliranku tiba, kuberi senyum termanis yang tersisa (aku letih banget, mo copot nih badan). Dia membalas, duh,,, senangnya dapat  nippon's smile . Mak nyosss!

Kusodorkan pasport, lembar kuisioner imigrasi, tak lama aku diminta scan kedua jemari, lengkap kanan dan kiri. Done!

Next check, bagasi, man!

Memasuki ruang ambil bagasi yang super luas, wah... suasana jauh berbeda. Riuh karena ada banyak penumpang lalu lalang.

Kami disambut petugas dengan seekor anjing herder super besar dan kekar yang sibuk memburu para penumpang. Tapi tidak semua lho diburu, hanya kandidat pelaku. Hahaha... Buktinya rombongan kami dia lewati begitu saja.

Jangan-jangan karena kami super kecuuut baunya yaa. Hahaha...

Any how, adakalanya herder ngotot mengendus penumpang dengan sangat fokus, sampai-sampai petugas kewalahan menenangkan, apalagi sang penumpang, namun di saat lain, sang herder berjalan kalem dengan mengendus seadanya.

Pokoknya, si herder most popular scene deh, karena hampir tiap penumpang meluangkan waktu memperhatikannya, meski hanya sesaat.

Satu yang pasti, aku tak melihat ada banner iklan apapun di sini. Mulus...lus.

Sembari menunggu bagasi, tak tahan lagi kami bergegas mencari rest room. Gerah banget!

Wow, ramai coii di sini. Kayak pasar gitu. Hihihi...

Usai menunaikan hajat, aku bingung mencari tombol flush, karena semua berhuruf kanji. Ternyata, tak ada tombol untuk cebok/bilas, saudara-saudara. Mau tanya petugas belum ada. Atau aku yang buta? Aku ambil tissu, lap seadanya. Keluar dari WC, aku ambil tissu lagi basahi dan masuk kembali ke WC. Aku lap lagi. Aiiiii,,,, seadanya... Maafkan daku Miss V.

Usai mencuci muka kami kembali ke ruang bagasi, ternyata kami telah di nanti. Ahh, jadi gak enak nih sama rombongan.

Oh iya, ternyata suhu di Osaka tidak jauh beda dengan Jakarta. Jadi tak perlu penyesuaian segala gitu *benerinponi. Malah aku sedikit merasa sumuk. Pengaruh belum mandi kali ya.

Ada sedikit insiden nih. Keluar dari migrasi ternyata rombongan satu demi satu telah beranjak, aku dan teman telat dikit, buntutnya kehilangan jejak , jadilah kami bingung. Kami segera bergegas menuju ruang bertanda EXIT, namun kami tak menemukan siapapun.

Seorang petugas mencoba menolong, dengan Inggris yang terbata-bata kami jelaskan kalau kami terpisah dari rombongan dan menuju pusat kota Osaka. Tak berapa lama akhirnya sang leader menemukan kami. Duh,, malunya. *plak!

Segera kami bergegas menuju bis yang telah siaga dan bertemu dengan Pak Usman, guide lokal. Beliau WNI, namun perawakannya, perpaduan Mandarin, Korea dan Jepang. He he he, Do goda gado.

Kondisi bis lumayan, bersih namun saat supir mengganti perseneling, sesekali aku mendengar mesinnya protes. Mungkin harus tuning kali, yaa. *tssaaahhh *soktahuloeah!

Selama dalam perjalanan menuju Osaka, Pak Usman menjelaskan bahwa Kansai adalah bandara yang dibuat dari pulau buatan di tengah teluk Osaka.

Kansai secara harafiah artinya barat. Terletak di bagian barat pulau Honshu dan merupakan salah satu daerah prefektur, seperti propinsi kalau di negara kita.

Prefektur Kansai meliputi daerah Mie, Shiga, Kyoto, Osaka, Hyogo, Nara dan Wakayama.

Dan kontruksi bandara Kansai telah direkayasa agar tahan gempa dan topan bahkan dengan kecepatan angin hingga 200km/jam. Wow!

Perjalanan menuju Osaka, didominasi pemandangan laut, pabrik dan jalanan yang lengang. Lagi-lagi kutemukan hal yang mengagumkan.

Tak pernah terdengar suara klakson mobil. Atau pengendara yang ugal-ugalan. Atau konvoi sepeda motor.

Kecepatan mobil konstan. Mobil box dan trailer mendominasi. Desain dan konstruksi pagar pengaman di kanan kiri jalan tol tinggi, kokoh dan bebas grafiti.

Melihatnya saja sudah merasa aman tingkat tinggi.

Memasuki kota Osaka, mobil pribadi yang mungil mulai terlihat. Sama seperti tadi, klakson free. Hening, teratur dan bersih.

Rasa penasaran sudah tak tertahankan, lalu...

"Pak Usman, kog jarang terdengar klakson ya?"

"Asyik, dong ya, mbak"

"Iya... culture shock, ne!"

Balasku masih tersepona eh terpesona.

Jadi gini,

Orang Jepang itu punya budaya malu sekaligus memiliki toleransi yang sangat tinggi.

Kita akan jarang mendengar suara atau orang berbicara dengan gadget saat berada di fasilitas publik misalnya kereta api.

Jika hal itu terjadi, semua orang akan merasa terganggu dan serentak melihat ke pelaku dan tersangka bisa dipastikan akan merasa sangat malu dan bersalah.
"Apalagi ditambah tingkat stress di Jepang sudah sangat tinggi dan orang tidak ingin memperparah keadaan dengan hingar bingar termasuk gelegar klakson "
Kecuali dalam keadaan yang amat penting dan genting baru deh klakson berdenting.
"Semua orang menghargai apa yang dilakukan oleh orang lain.
Semoa orang tahu diri dan punya toleransi yang tinggi"
Bahkan saat lampu  hijau dan masih ada pengguna jalan yang menyeberang, mereka, iya para supir itu masih tetap memberi ruang, dan yet still horn free tanpa klakson.

How cool is that!



Semoga suatu saat Indonesiaku bisa begini. Aamiin...

Oh iya... pagi ini acara melalak langsung dimulai. Begitu menurut Pak Usman.

Alamak, dengan kondisi seperti ini, belum mandi. Hihihi. Tapi gak pa-pa, semuanya juga belum mandi. Kecuali Pak Usman, so pasti!

Nah itu sesi pemanasan serba serbi ngebolang ke Jepang dan masih berlanjut... are you ready guys?

Ayo siapkan camilan, yuk kita mampir di lokasi wisata yang pertama.

Tarrraaaa.... ini dia  First stop : Umeda Sky Building


Rabu, 10 Februari 2016

Aku dan Sepatuku


Aku dan sepatuku
Aku dan Sepatuku

Kalau sepatu bisa ngomong, aku tahu dia takkan bohong!

Pasti dia biarkan aku melolong, bak serigala songong.

Ini curhat tentang sang sepatu, partner sejatiku!

Berbagai kisah telah kubagi bersamanya.

Cerita suka dan duka. 

Mulai dari cari-cari perhatian sampai hampir-hampir terlupakan.

Mulai dari acara santai kayak di pantai, sampai serius ala politikus, cuma minus rakus.

Iya, sepatu ini menjadi saksi bisu hiruk-pikuk kehidupanku. 

Dari menemani keseharian sampai ke momen yang memerlukan ekstra perhatian.

Tahukah kamu? 

Usianya hampir 15 tahun, kakaaa…

Dulu, pas solnya menganga namun bodi masih yahud, hampir saja mau aku lempar ke laut. 

Untung akal sehatku masih nyangkut. 

Setelah di makeover malah hatiku semakin terpaut. 

Kesan butut lenyap tak berbuntut.

Kini, dia jadi sahabat sejati. 

Siap menjadi properti dan setia menemani tanpa basa-basi.

Sssst... dia sudah pernah ke luar negeri lho, ke Osaka, Jepang!