Kamis, 23 Agustus 2018

Pengalaman Operasi Bedah Mulut Infeksi Akut Gigi Geraham


bedah-mulut-gigi-geraham

Begini cerita Pengalaman Operasi Bedah Mulut Infeksi Akut Gigi Geraham dengan bius total. Well, biar lebih nyambung, simak drama yang tak kalah seru sebelumnya di Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut  ya.

*****

Positif, aku gagal bedah karena harus ngantri kamar bedah. Terus terang, aku juga baru tahu kalau bedah itu kudu ngantri, xixixi...

Adakah di antara pemirsaah alami hal yang sama? Atau mungkin keluarga, sahabat atau tetangga, kudu antri kamar bedah?

Langsung terbayang aku akan ucapan dokter bahwa kasusku ini gawat dan bisa berakibat kematian.  Horor banget kan ya! *usapdahi!

Kembali ke laptop!

Aku lalu diminta membatalkan puasa dan diberi sarapan.

Hari itu beberapa teman SMA babang suami datang berkunjung saat pipiku sudah semakin montok eh bengkak dan kini pakai bonus, berwarna pink. Rupanya infeksi semakin parah!

Kini aku semakin jarang membuka mulut karena semakin sakit dan nyeri meski aku sudah mendapat injeksi anti nyeri melalui selang infus.

Malam ini aku diminta puasa lagi sejak jam 10 malam. Beklah!

Pagi hari, kabar baik datang!

Bahwa positif bedah akan dilakukan dan jam 7 pagi dokter bedah mulut akan visit!

Benarlah, jam 7 dokter datang dengan seragam militernya, cantik, segar dan super gagah!

Ia ditemani perawat jaga dengan rekam medis aku di tangannya.

"Selamat pagi, ibu!"
"Selamat pagi, bu dokter!"
"Sudah puasa kan ya tadi malam?"
"Iya, bu dokter"

Usai bicara dokter meraba pipi bengkak dan bertanya.

"Sakit?"
"Iya dok, nyeri dan berdenyut!"
"Jam 11 nanti rencana jadwal bedah, sudah siap kan ya bu? Sebentar saja kog prosesnya, paling satu jam. Ibu juga dibius total, jadi tak perlu takut ya"

Dokter memberi semangat sambil tersenyum ramah.

Nyuuus.... sejuk hatiku melihatnya. Menghapus sembilu yang sudah beberapa hari terpahat di hatiku.

Subhanallaah, mendadak aku merasa sembuh!

Kini aku semakin mahfum mengapa senyum adalah ibadah! Begitu banyak kebaikan di dalamnya. Luar biasa ya!

"Baik, dok, terimakasih!"

Aku menjawab dan membalas senyum dokter spesialis bedah mulut itu.

Mendadak adrenalin segera mengambil kembali. Membayangkan aktivitas bedah nanti.

Adegan rekaman berbagai histori bedah yang pernah aku alami, berseliweran di pikiran.

Terakhir bedah pada tahun 2010, kuretase karena keguguran saat usia kehamilan 8 minggu, janin tidak mengalami perkembangan yang signifikan.

Saat itu aku dibius total juga. Tidak ada masalah sih karena sebelumnya aku sudah 2 kali dikuret juga. Pertama tahun 1997 karena haid tak kunjung berhenti selama hampir 3 minggu, dan berikutnya tahun 2006 karena hal yang sama, keguguran, saat kehamilan berusia 8 minggu juga dan janin tidak mengalami perkembangan yang signifikan.

Baca juga : Pentingnya Mempersiapkan Kehamilan Dengan Baik

Jadi ini adalah kali ke empat aku berhadapan lagi dengan meja bedah! 1997, 2006, 2010 dan kini 2017. Iya, ini adalah pengalamanku di tahun 2017 lalu.

Kembali ke laptop!

Usai visit, dokter bersama perawat kembali ke ruang utama.

Tak berapa lama perawat tadi kembali dan izin mau mengambil darah untuk tes alergi.

"Maaf ya bu, ini agak sakit karena saya harus menyuntiknya di bawah daging"

"Ini tes anti alergi ibu, kalau nanti ibu ada alergi, di bagian yang disuntik akan terasa gatal, tapi jika tak ada gatal, berarti ibu tidak punya alergi"

Aku ingat sudah pernah alami prosedur ini sebelumnya.

Aku menutup mata dan berdoa, tapi well, tetap saja rasa seperti disilet itu mampu buat aku meringis. Perih, euuiii. Puk-puk dada sendiri.

"Ibu juga harus ganti baju ya, pakai baju bedah, kata perawat sambil menyerahkan baju berwarna hijau dengan model hanya diselempangkan kayak kimono"

Tak berapa lama babang suami datang dan aku menceritakan segalanya.

Sampai saat ini gatal tak kunjung menghampiri, berarti aku bebas alergi, alhamdullillah!

Jam 10 aku dibawa pakai kursi ke instalasi kamar bedah. Kembali adrenalin mengambil kendali, aku  terus membisikkan doa, membesarkan hati sambil membayangkan kesembuhan yang sudah menanti, melambai-lambai, dengan tatapan menggoda di seberang sana.

Babang suami mengiringi sambil menggenggam tanganku di samping kursi, bersama seorang perawat lelaki berbadan tegap yang juga prajurit TNI. Jarum infusku juga dinonaktifkan.

Sungguh aku tak menyangka bahwa akhirnya aku akan memasuki kamar bedah yang beberapa hari lalu aku foto dengan gadget saat wira-wiri menunggu giliran di ruang tunggu pasien dokter bedah mulut.

bedah-mulut-gigi-geraham

Sampai di pintu kamar bedah, babang tak bisa masuk. Doi mengecup keningku dan berbisik "Abang tunggu di luar ya sayang..."

Melewati pintu, hanya tinggal aku dan perawat TNI. Selanjutnya perawat ruangan memberikan rekam medis kepada perawat laki RO (Ruang Operasi).

Di sini sangat dingin. Brrr... aku langsung menggigil kedinginan. Apalagi sedang puasa. Klop deh. Lapar dan kedinginan. Langsung terbayang mie ayam hangat dengan topping bawang goreng, perasan jeruk nipis dan sambal. Alamak!

"Saya tinggal dulu ya bu, sampai jumpa lagi, katanya sambil menutup pintu dan berlalu" ujar perawat ruangan itu.

Selanjutnya perawat RO yang kini bertugas. Dia membawa rekam medis ke dalam ruangan sambil berkata.

"Tunggu sebentar ya, Bu"

"Beklah"

Sambil menunggu aku memperhatikan sekeliling ruangan. Sepertinya sedang ada renovasi, di sisi lain bangunan. Samar-samar aku mendengar suara ketukan yang bercampur dengan hirup pikuk suara alat kesehatan yang sedang dilempar-lempar. Klonteng,klonteng! Berisik banget! RO kog berisik gini, ya, ucapku dalam hati, hihihi.

Tak lama perawat tadi kembali dengan tambahan satu perawat laki, di tangannya ada sebuah kostum lagi.

"Ibu, harus ganti baju lagi, itu ruangannya, katanya sambil menunjuk sebuah ruangan"

"Maaf, apa saya bisa ke kamar mandi dulu, tanyaku?"

"Silahkan bu, lewat sini!"

Karena kedinginan, keinginan buang kecil begitu dominan. Padahal aku puasa lho, apa yang mau dikeluarkan. Brrrr... kembali aku menggigil kedinginan.

Aku lalu berganti baju. Tipikal baju kamar bedah. Seperi kimono dan kancingnya hanya berupa tali di bagian belakang. Panjangnya melewati lutut, berwarna hijau, lagi!

Kembali ke ruangan semula aku sudah dinanti kedua perawat tadi.

"Silahkan bu naik ke sini, katanya sambil menunjuk tempat tidur"

Inilah saatnya dalam hatiku!

Saat mau naik ke tempat tidur, tak sengaja aku memegang pinggiran besi dan hiiii... dingin sekali! Tambah horor aja nih!

"Tunggu sebentar ya, bu, baring-baring saja dulu"

Aku ditinggal di lorong sendiri. Kembali aku mengigil kedinginan, hihihi.

Tak lama salah seorang perawat tadi kembai lagi.

"Kita sekarang ke kamar bedah ya bu"

Tempat tidur bergerak. Srrrt... srttt... srttt

Ternyata di dalam sudah ada tim yang menanti, 2 perawat lainnya dengan pakaian lebih lengkap. Pakai penutup mulut.

Aku diminta pindah tempat tidur lagi. Kali ini tepat di bawah lampu yang amat-sangat terang.

"Apa kabar bu, sudah pernah dibedah sebelumnya?"

"Sudah, Mas. Dikuret sih"

"Tahun berapa itu?"

"Terakhir tahun 2010"

"Wah sudah lama juga ya"

"Ibu, boleh lho sambil baca-baca doa"

Perawat kembali mengajak aku bicara.

Meski tidak diingatkan, sudah dari tadi aku membaca doa dan mencoba tidak emosionil. Takut tekanan darah melonjak, bisa batal nih.

Suara langkah hilir mudik dan persiapan terdengar begitu dekat di telinga. Sepertinya tim bedah sudah berkumpul dan semakin lengkap!

"Coba Bu, ceritakan sedikit tentang bedah terakhirnya"

Sambil menutup mata aku mulai bercerita.

"Saat itu saya sudah telat beberapa bulan...."

Aku tak bisa meneruskan lagi, karena tiba-tiba aku merasa sangat mengantuk dan ingin tidur.

Saat terbangun, aku sudah dalam perjalanan menuju ruang perawatan. Srrttt... srrtt ... suara roda tempat tidur memecah keheningan di lorong rumah sakit.

Ada hubby di sampingku mengiringi dan perawat tadi pagi yang membawaku ke RO.

Pandanganku masih kabur sih. Refleks aku menyentuh pipi. Masih bengkak. Lidahku juga refleks bergerak, mencari gigi geraham yang ternyata sudah lenyap dan hei apa ini... terasa seperti ada 'sesuatu' yang kenyal seperti karet di bagian geraham yang dibedah tadi.

Duh jangan-jangan dokter lupa membersihkan dan tertinggal di sana, pikirku sok tahu. Berbagai spekulasi medis dan cerita duka pasca bedah sempat menggoda. Buru-buru pikiran negatif itu aku campakkan jauh-jauh!

Aku harus menanyakan ini pada perawat nanti, pikirku dalam hati

Aku mencoba mencari sisa rasa nyeri atau berdenyut usai bedah. Tapi tak ada! Alhamdullillah.

Sesampainya di ruang perawatan, aku baru sadar ternyata masih memakai baju bedah yang tadi. Ada sedikit noda darah di sana. Aku langsung minta baju ganti sama perawat dan bertanya apakah sudah bisa makan, hahaha... Lapar banget euuui...!

Perawat datang membawa ganti baju dan berpesan agar aku mengunyah pelan-pelan. Justru makan adalah terapi pertama yang harus dilakukan, begitu menurut perawat jaga ruangan.

"Mba, apa ya ini di dalam mulutku, seperti karet gitu, sangat mengganggu?"

Akhirnya aku menuntaskan rasa ingin tahu.

"Gini bu, itu seperti perban elastis, mencegah agar luka jangan menutup dulu agar sisa nanah tuntas  bisa mengalir sekaligus mencegah masuknya bakteri atau kuman lain"

"Begitu ya. Tadi sempat terpikir mau aku tarik lho, mba"

"Wah, jangan bu! Harus dokter yang melakukannya!"

Wajah perawat terlihat kaget dan sangat khawatir.

Ya ampun, lagi lagi aku bersyukur tidak melakukan tindakan itu.

So, I have to live with that, I have no choice!

Jadi, saat mengunyah bubur aku kembali merasakan "sensasi karet" di dalam mulutku. Ikut bergerak-gerak, melambai-lambai. Hahaha... Pengalaman yang tak akan terlupa sepanjang usia!

Tapi benar lho, karet ini amat mengganggu terutama saat mengunyah dan berbicara, karena ia ikut bergerak membelai gusi dan langit-langi di mulut. Bayangkanlah seperti saat kita mengunyah lembaran karet di dalam mulut!

Ternyata aku juga belum bisa pulang, karena harus kontrol pasca bedah, keesokan harinya.

Yup, aku harus kontrol ke dokter spesialis bedah mulut lagi!

Pagi itu, seperti sebelumnya pasien sudah banyak yang antri di ruang tunggu. Ibu dokter laris manis kayak varian es krim favoritku!

Mungkin karena aku pasien pasca bedah, tak perlu menunggu lama. Begitu sampai di ruang tunggu, perawat pendampingku langsung mengetuk pintu, masuk dan tak lama mendorong kursiku membawa ke dalam ruang periksa dokter. Kali ini tak ada calon prajurit di sana, hanya perawat. Ruangan lengang dan hening.

Alhamdullillah, senyum manis dokter kembali menghiasi pagi ini. Sungguh aku sudah lupa dengan ucapan ketusnya yang menyayat kalbu beberapa hari lalu.

"Pagi ibu, apa kabar, gimana istirahatnya tadi malam, ada keluhan?"

Itu ucapan pertamanya saat kami berhadapan di meja kerjanya.

"Alhamdullillah, baik, dokter"

"Mari bu, kita periksa lagi ya"

Kami berdua menuju dental chair.

Dokter segera meraih sarung tangan.

"Buka mulut, maaf ya bu, ini saya pijat sedikit untuk mengeluarkan sisa nanah, agar tuntas"

Tangan dokter menarik perlahan perban karet yang mengganjal, tak ada rasa sakit, lalu melakukan pijatan di daerah yang baru dioperasi. Refleks aku meringis dong ya, hahaha... masih sakit, kakaa...

"Maaf ya bu, ini harus dipijit biar semua nanahnya keluar, kata dokter sekali lagi"

Usai melakukan pijitan, dokter juga melakukan beberapa kali penyemprotan. Aku diminta berkumur beberapa kali.

Di fase terakhir, dokter kembali memasang perban karet (rubber drain) di bagian luka bekas bedah.

Belakangan aku tahu, setelah browsing di internet, bahwa karet yang mengganjal itu adalah rubber drainage bagian dari insisi of drainage. Untung  saja aku tidak tarik ya. Hiii...

"Ibu juga boleh sikat gigi ya, tapi perlahan-lahan dan jangan sampai terkena area yag baru dibedah. Makanan juga kudu yang lunak-lunak dulu ya"

"Baik, dok"

"4 hari lagi datang untuk kontrol lagi ya bu"

"Baik, dok"

"Hari ini ibu boleh pulang dan minum obat sesuai aturan. Cepat sembuh ya, bu"

"Terima kasih dokter"

Perawat memberi daftar resep dan beberapa bekas dokumen yang diperlukan untuk registrasi saat kontrol ulang nanti. Jadi tak perlu surat rujukan dari dokter umum lagi, tapi langsung membawa rujukan dari dokter spesialis bedah mulut saja.

4 hari kemudian aku kontrol lagi. Sama seperti sebelumnya dokter melakukan sedikit pijitan. Namun kali ini rasanya tidak begitu sakit lagi. Ini adalah kontrol ke 3 pasca bedah.

"Hasil bedah terlihat bagus, tidak ada infeksi, teruskan minum obat ya bu. Yang antibiotik harus dihabiskan, dan seminggu lagi ibu datang untuk buka jahitan"

Alamak! Ternyata harus buka jahitan ya, bisikku dalam hati. Rasa nyeri kembali berkelebat di benak.

Pada kontrol kali ini, dokter juga mengeluarkan rubber drain dari bekas luka bedah dan tidak memasangnya kembali. Aku merasa back to normal, hahaha. Tidak ada lagi yang mengganjal di mulut!

Seminggu kemudian aku datang untuk kontrol dan buka jahitan. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, kali ini ruang tunggu sangat lengang.

Dokter juga tidak ada, hanya ada perawat wanita yang ramah itu.

Kunjungan kali ini lebih singkat, karena tidak ada acara pijit memijit luka bedah. Perawat meminta aku membuka mulut lalu menyemprotkan cairan.

Tak tahan menyimpan kepo aku lalu bertanya.

"Cairan apa itu, mba?"
"Oh itu. Air garam saja kog, mba, untuk mencegah infeksi. Kita akan buka jahitan ya bu"
"Sakitkah, mba?"
"Ngga sama sekali"

Alhamdullilah, aku berbisik lega.

Memang benar. Tak ada sakit sama sekali!

"Ini bagus, lukanya sudah mulai kering, nanti kalau ada keluhan bisa kontrol lagi, tapi kalau tidak ada ibu tak perlu datang ya"

"Harus minum obat lagi, mba?"

"Tidak bu, sudah selesai, ini tinggal masa pemulihan saja, tapi kalau nanti ada keluhan, ibu bisa kontrol lagi. Masih bisa pakai surat rujukan yang kemarin, karena itu berlaku satu bulan"

Alhamdullillah, sejak saat itu hingga saat menulis pengalaman ini, aku tidak pernah mengalami keluhan. Alhamdullillah.

Moral cerita ini adalah kalau geraham goyang dan sudah dianjurkan dicabut, tak perlu menunggu seperti aku, karena rentan untuk menjadi radang dan terkena infeksi dan ketika infeksi duh biyuuung...super duper nyeri, menyebabkan bau mulut yang bikin pede terjun bebas tak terkendali dan kalau semakin dibiarkan bisa fatal mengakibatkan kematian!

Oh iya nama diagnosa utama penyakit ini "Abses Fossa Canina Dextra" sedangkan diagnosis sekunder Periodontitis Apikalis Kronis (PAK). 

Hitung-hitung buat nambah wawasan lah, belajar istilah medis, siapa tahu nanti dapat menantu dokter gigi atau Sp. BM, hahaha...

Hush! Serius napa, lagi ngomongin bedah ini, woi!

bedah-mulut-gigi-geraham

Oh iya, karena infeksi ini berdasarkan indikasi medis dan aku patuh bayar iuran, jadi semua biaya berobat ditanggung BPJS.

Alhamdullillah, aku tidak ada keluar biaya sepeser pun!

Thank you, BPJS!

Beklah!

Kayaknya kita sudah sampai di ujung cerita, semoga pengalaman bedah mulut infeksi akut gigi geraham ini bermanfaat ya.

Kamu punya pengalaman bedah mulut juga?

Yuk berbagi di kolom komentar di bawah ini. Ditunggu ya...

Rabu, 15 Agustus 2018

Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut Abses Fossa Canina Dextra

Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut

Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut Abses Fossa Canina Dextra. Hari itu usai menyetrika, mendadak aku merasa sekujur tubuh nyeri. Padahal beberapa jam sebelumnya aku masih sehat walafiat, dengan posisi berdiri kira-kira hampir 2 jam, menyetrika tanpa penat!

Iya, aku lebih suka menyetrika sambil berdiri. Menurutku, hasilnya lebih rapi. Mungkin karena sejak dulu, ibu terbiasa mengajarkan aku cara ini, jadi terbawa-bawa deh sehingga kini.

Aku lalu merebahkan diri sambil mengingat-ingat kembali gerangan apa penyebabnya, kog sampai sekujur badan mendadak nyeri begini.

Saat babang suami pulang aku minta tolong dipijit, karena eh karena tangan suami jempol semua, hahaha...

Alhamdullillah perasaan sedikit jadi lebih baik meski waktu terasa merambat sangat lambat sampai akhirnya malam menjelang dengan tubuh masih sedikit nyeri karena aku terbiasa tidak mengkonsumsi obat pereda nyeri, aku tetap berangkat ke pulau kapuk.

Keesokan harinya nyeri tubuhku sedikit hilang, namun sebagai gantinya, saat bercermin aku menyadari, pipi sebelah kanan agak bengkak.

Hmmm, ini pasti karena geraham goyang itu lagi, rutukku dalam hati. Aku sudah sering alami hal ini sebelumnya.

Refleks aku membuka mulut, ya ampun, gusiku bengkak sekali, itu dia penyebab pipi ikutan super tembem. Kayak pentolan!

Biasanya aku akan berkumur dengan air garam dan semuanya akan kembali lebih baik!

Jadi gini,

Gigi geraham bagian kanan atas aku kan goyang tuh. Nah, saat goyangnya masih "sedikit" aku konsultasi laa ke dokter gigi keluarga.

Setelah diperiksa secara menyeluruh, dinyatakan gusi dan gigiku sehat tidak ada infeksi, hanya goyang saja, itu juga masih, yaitu tadi, "belum terlalu goyang!"

Dokter menyarankan agar dirawat dulu, dengan harapan bisa kembali normal.

Caranya dengan rajin konsumsi vitamin C dan kumur dengan air garam hangat, karena gusi dan giginya masih sehat. Kalau ada keluhan, boleh kembali, begitu menurut dokter.

Aku langsung bersorak dalam hati, yay, asyik tak perlu dicabut!

Bukan apa-apa sih karena kalau dicabut bisa dipastikan saat aku tertawa, geraham ompong akan menghiasi media sosial, bisa-bisa harga pasaran terjun bebas, hahaha...

Tapi benar kog, itu adalah alasan utama aku untuk menunda mencabutnya.

Aku sudah mencoba tampil beda dengan mengandalkan pose senyum tanpa kelihatan gigi, seems it is not work for me. Selalu saja fotoku seolah seperti sedang "menahan" apa gitu. Something is missing but I don't now what.

Intinya gak sedap saja dipandang, hiiksss. Di lain kesempatan malah terlihat meninggalkan kesan jutek tingkat dewa. Aku aja ngeri memandangnya!

Kembali ke laptop!

Aku, atau tepatnya kami sekeluarga cocok banget dengan dokter gigi Norma ini. Sosoknya yang ramah dan gemar berbagi langsung mencuri hati.

Iya, tak perlu diminta, beliau akan berbagi detail penyakit yang kami derita. Bahkan jika pasien kurang ramai, kami juga kerap bercanda, tapi tentu saja waktu sesi konsultasi ya.

Jadilah beberapa tahun aku merawat gigi geraham goyang itu dengan berbekal teknik dari dokter gigi keluarga tadi seperti perbanyak konsumsi vitamin C dan kumur dengan air garam.

Alhamdullillah hampir 5 tahun aku mengamalkan ini, gigi geraham yang goyang tak pernah menyusahkan, tap pernah nyeri! Memang sih masih goyang dan aku kerap menggunakan mulut sebelah kiri untuk mengunyah makanan.

Memasuki tahun ke 6, seiring bertambahnya usia, geraham goyang rupanya semakin goyang.

Suatu hari aku merasakan agak sedikit nyeri dan ketika membuka mulut aku melihat gusi tempat geraham goyang alami sedikit pembengkakan.

Aku konsultasi ke dokter gigi di Puskesmas. Karena masih sakit aku dikasih obat penawar nyeri dan  diminta kembali lagi saat nyeri hilang dan selanjutnya geraham aku akan dicabut karena sudah sangat goyang.

Nah di sinilah masalah bermula.

Ketika nyeri geraham hilang, aku tak kembali lagi ke Puskesmas, karena masih sayang dengan geraham, meski aku akui ada perasaan tidak nyaman saat mengunyah dan berbicara.

Bau mulut juga cepat timbul jika usai makan aku tidak langsung menyikat gigi. Tapi, aku masih tetap ngotot tidak mau ke dokter gigi, masih dengan alasan yang sama untuk alasan estetika, karena geraham kanan sebelah atas ini, saat aku tersenyum lepas pasti akan kelihatan jelas.

Begitulah, naif sekali ya alasanku ini. Silahkan bully aku, kaka... :).

Dan... akhirnya hari ini mencapai puncaknya. Gigi geraham yang goyang protes dengan caranya sendiri!

Sungguh aku tak pernah alami bengkak seperti ini plus super nyeri, hiii!

Aku langsung minta ditemani babang suami ke dokter gigi. Karena sudah pakai BPJS kami harus menyesuaikan dengan klinik yang bekerja sama dengan BPJS dan itu bukan dokter Norma!

Alhamdullillah, dokter gigi kali ini masih muda dan ramah juga.

Saat itu dia membawa balitanya ke kamar praktek. Gadis kecil itu sedang duduk di kursi periksa  pasien (dental chair) yang seperti well, kursi di film futuristik, menurutku, eeeaaa.

Gadis kecil itu pun seperti mengerti dan tanpa diminta dia beringsut pergi.

Saat itu tak ada pasien lain, aku langsung dilayani dan diperiksa. Saat membuka mulut tak sadar aku meringis kesakitan. Dokter tampak terkejut dan dia langsung berkata "Ibu, saya rujuk ke dokter spesialis bedah mulut (Sp. BM) ya, langsung pergi sekarang!"

"Baik, Dok" aku mendengar suaraku saja kurang jelas karena tak bisa membuka mulut dengan sempurna.

"Saya tak bisa menangani kasus ibu, sudah parah, harus ke spesialis bedah mulut, ya Bu"

Sambil berkata dokter membuat rujukan.

"Ibu mau dirujuk kemana?"

"Rumah Sakit Umum Daerah saja, Dok!"

Di dalam mobil menuju Rumah Sakit  Umum Daerah aku menahan nyeri yang amat sangat. Sudah seperti kami duga sebelumnya, rumah sakit yang menjadi rujukan pasien BPJS ini bukan main ramainya, dan sesuai prosedur kami juga harus ngantri dong ya.

Saat giliran tiba, staff rumah sakit menghubungi poli gigi dan ternyata sudah tutup. Ternyata sistem pelayanan di poli gigi pakai sistim kuota. Kalau sudah memenuhi 17 kuota pasien, maka dengan alasan apapun tidak akan menerima pasien lagi, karena untuk satu tindakan per pasien bisa makan waktu lama, tergantung diagnosa.

Kami memaklumi alasan ini. Staff itu kemudian merujuk kami ke Rumah Sakit Dr. R Hardjanto yang dulu disebut Rumah Sakit Tentara (RST).

Sebenarnya aku ingin ke Rumah Sakit Pertamina, dengan alasan babang suami punya teman SMA yang kini menjadi wakil direktur di sana, namun ternyata BPJS tidak menjalin kerja sama dengan mereka.

So, I have no choice dong ya, karena ingin mengakhiri derita ini. Drama banget yak!

Masih dengan nyeri yang menyayat hati, kami bergerak lagi menuju RS Dr. R. Hardjanto. Ramai lagi dan antri lagi. Ngeri!

Ternyata hari itu beberapa calon prajurit sedang diperiksa oleh dokter bedah mulut yang sama. Jadi pasien umum dan calon prajurit berebut perawatan dokter bedah mulut ini.

Ruang tunggu penuh dengan pasien, dan ternyata ada yang sudah menunggu sejak poli gigi belum buka. Apalagi aku yang sudah datang siangan, entah jam berapa kelak tiba giliran. Duh, aku membayangkan bertambah lama lagi derita nyeri yang harus aku nikmati eh jalani.

Untung ada gadget dan internet yang menemani jadi sambil menunggu pun aku tetap masih produktif karena saat itu aku dapat pekerjaan jadi influencer sebuah provider.

Bosan duduk aku berjalan hilir mudik ke sana dan ke sini sambil sesekali mengambil foto seperti yang satu ini.

Pengalaman Bedah Mulut Infeksi Akut

Jam hampir menunjukkan jam satu siang ketika akhirnya namaku dipanggil.

Aku diminta menunggu karena saat itu dokter sedang berhadapan dengan seorang calon prajurit. Nada suara dokter sangat tinggi dan penuh emosi. Calon prajurit di depannya hanya menunduk.

Dokter bedah mulut ini seorang wanita sekaligus juga perwira, terlihat dari seragam dan tanda pangkatnya. Duh, belum-belum aku sudah merasa terintimidasi.

Akhirnya giliranku tiba!

"Apa keluhannya, Bu?"

"Geraham atas kanan goyang dan infeksi sepertinya, dokter"

"Coba kita periksa!"

Kami berdua menuju dental chair  yang bagiku penampakannya saja sudah sangat mengintimidasi, hihihi.

Takkan pernah aku lupakan momen emosionil ini, sesi percakapanku, sesaat dokter melakukan pemeriksaan, aku masih duduk di dental chair.

"Ibu harus dirawat nih, sudah parah banget, rawat inap ya!"

Aku sejenak terdiam, membayangkan betapa tidak nyamannya berada di rumah sakit, lalu dengan terbata dan lirih aku menjawab...

"Apakah... apakah... masih bisa dirawat jalan saja, bu dokter?"

Sungguh reaksinya di luar ekspektasi aku!

"Ibu ini gimana sih, kondisi ibu ini sudah parah, dan bisa berakibat kematian, tahu nggak sih! Jadi kalau ntar ada apa-apa jangan salahkan saya ya, Bu!"

Usai berkata ketus begitu dokter meninggalkan aku dan langsung menuju tempat duduknya.

Dengan tubuh gemetar aku menyusul dari belakang, nyeri gigi semakin tak tertahankan, aku mencoba tegar, namun apa daya air yang menganak akhirnya lolos juga di kedua pipi.

"Lho, kenapa ibu menangis, saya cuma bilang apa adanya, kasus ibu ini sudah parah!"

Saat itu aku hanya mengatakan apa yang ada dibenakku.

"Coba dokter ngomongnya lebih halus dok, jangan kasar begitu, jawabku bergetar"

"Lho saya memang begini bu kalau ngomong, tuh tanya staff-staff saya!"

Sambil berkata begitu mata dokter itu menyapu pandangan ke seluruh orang yang berada di ruangan. Aku hanya terdiam dan cuma bisa menatap staff yang berada tepat di depanku. Tatapannya yang penuh iba padaku bisa aku rasakan.

"Jadi, gimana, mau dirawat atau mau pulang, Bu!"

Kali ini nada suaranya sudah tidak seketus tadi.

"Baiklah, saya dirawat saja, bu dokter"

Aku sudah tidak bisa konsentrasi lagi mendengarkan instruksi dokter. Aku hanya melihat tangan dokter meraih beberapa formulir, mengisinya, menconteng dan menyerahkan ke staffnya.

Ruangan hening seketika. Bahkan kalau ada jarum jatuh bisa terdengar kayaknya.

Beberapa saat kemudian, staff yang tadi iba melihatku segera mendatangi dan berbisik

"Ibu, duduk di situ dulu, katanya sambil menunjuk ke sofa panjang"

Selanjutnya aku diminta ke ruangan laboratorium sambil membawa formulir periksa darah lengkap. Setelah diambil darah aku juga diminta ke ruangan rontgen.

Di sini aku dirontgen di bagian wajah. Alat berputar mengelilingi wajahku. Tak sampai  5 menit, aku diminta menunggu hasilnya.

Di sini juga tak lama, kira-kira 10 menit, hasil aku dapatkan dalam amplop coklat. Sambil kembali ke ruangan dokter bedah mulut kami singgah di ruang laboratorium untuk ambil hasil darah yang tadi.

Saat kembali melewati ruang tunggu sudah tak ada orang lagi, rupanya jam layan pasien sudah berakhir.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan dukungan ini, ibu harus dibedah besok ya, jadi mulai nanti malam jam 10 harus sudah puasa karena ibu akan dibius total"

Alhamdullillah, kali ini suara ibu dokter sejuk banget. Mungkin sudah selesai makan siang ya, hahaha...

Selanjutnya oleh perawat kami diminta lapor lagi ke loket BPJS untuk mengurus ruangan rawat inap. Sesaat sebelum menyerahkan formulir ke petugas sekilas aku membaca diagnosa utama yang tertera, "Abses Fossa Canina Dextra"

Tak ada kesulitan di sini, staff BPJS menangani secara profesional dan ruangan kelas 3 masih tersedia.

Kami izin sebentar untuk makan siang di kantin rumah sakit. Aku mengunyah pelan-pelan di bagian mulut sebelah kiri. Untung soto kantin rumah sakit itu endes, satu mangkok soto pun ludes, des!

Usai makan kami lapor lagi ke BPJS dan kami segera diantar ke ruang perawatan di kelas 3 sesuai kelas BPJS.

Babang suami izin mau sholat zuhur. Kebetulan aku sedang datang bulan, jadi libur deh.

Kejadian di ruang dokter masih aku simpan, karena aku tahu karakter babang yang tak bisa menerima perlakuan seperti ini. Bisa-bisa ada drama berseri nanti.

Aku diarahkan ke ruangan di mana aku akan berbagi dengan 7 orang wanita dewasa. Ruangan kelas 3 ini, punya AC namun sepertinya rusak karena jendela ruangan dibuka lebar-lebar dan kipas angin gantung sedang beroperasi. Siap-siap kepanasan ntar malam, pikirku dalam hati.

Usai sholat zuhur, babang izin pulang mau ambil beberapa pakaian untuk stok selama di rumah sakit. Menurut dokter sih usai bedah aku bisa langsung pulang. Jadi tak perlu banyak membawa stok pakaian.

Malam itu aku tidur bersama pasien lain sedangkan babang pulang. Kasihan kalau harus tidur di lantai rumah sakit. Lagi pula aku masih bisa melakukan semua aktivitas sendiri.

Oh iya selang infus di pasang saat menjelang Isya. Jadi sejak sore aku masih bebas wira-wiri sambil bermain gadget. Rasa nyeri di gigi sesekali menghampiri dan pipiku semakin bengkak seperti zombie.

Beberapa pasien mendatangiku dan menanyakan penyakitku. Mata mereka menatap penuh iba. Aku menjawab terbata karena nyeri semakin menggila saat mulut terbuka.

Keesokan pagi, datanglah berita itu lewat perawat jaga!

Berita apakah gerangan?

Cerita selanjutnya bersambung di pengalaman bedah mulut infeksi akut gigi geraham.


Sabtu, 11 Agustus 2018

Posisi Tidur Pasangan Singkap Keintiman Dalam Hubungan


Posisi Tidur Pasangan Singkap Keintiman Dalam Hubungan


Tulisan ini hanya untuk pasangan halal, di luar itu resiko tanggung sendiri, xixixi...

Are you ready guys...

*****

Hari ini begitu berwarna-warni, kayak pelangi!

Saat mencari bahan tweeps untuk tugas negara, (((negara))) hahaha, aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi di sebuah artikel "bagaimana posisi tidur pasangan singkap keintiman dalam hubungan"

Appaaa...?

Hahaha, shock? Well, you are not the only one, my dear...

Biar lebih afdol aku langsung telusuri tuh asal mula artikel yang ternyata berasal dari situs negara sebelah. Sebelah mana? Nun jauuuh di sana. Penting banget apa yak? Hahaha...

Ehem, benerin pose, tarik kursi, saatnya serius!

Serius sudah bubar mba, Candil memutuskan untuk membuat album solo.

Duh, ini beneran lho mau serius!!!

Beklah!

Jadi gini,

Pasti sering banget yah mendengar bagaimana perilaku dan sikap kita memberikan dampak terhadap apa yang terjadi dalam hidup.

Baca juga : 5 Bahaya Buruk Sangka

Iya, bagaimana kita bersikap akan sangat menentukan kehidupan seperti apa yang kelak kita alami.

Ternyata eh ternyata posisi tidur, iya, guys, posisi tidur bisa menjadi salah satu perilaku yang rupanya mampu menjelaskan sesuatu dalam hidup.

Bukan hanya sekedar memberikan tubuh kesempatan untuk istirahat, posisi tidur juga  mampu singkap keintiman dalam hubungan.

Hmmm... interesting!

Memang sih ada banyak cara untuk mengetahui sejauh mana intensitas keintiman hubungan yang dijalani.

Namun dalam kesempatan kali ini, seperti yang aku kutip dari Boldsky, kita bisa lho mengetahui dari posisi tidur.

Perhatian-perhatian, biar makin seru, sediakan camilan, please!

Kembali ke laptop!

Jadi, saat membaca artikel dari Boldsky ini, aku langsung mengangkat wajah dari layar laptop dan mengingat-ingat beberapa posisi tidur bersama pasangan yang tahun ini genap 25 tahun aku tiduri eh jalani.

Aku menahan diri untuk tidak mengintip kesimpulan artikel per artikel, biar lebih greget gitu saat mengetahui hasilnya.

Yuk, kita sama-sama intip posisi tidur yang bagaimanakah gerangan?

Langsung gelar lapak...


1. Liberty

Posisi ini adalah ketika kedua pasangan tidur saling membelakangi namun tanpa menyentuh.

Aku langsung terkenang posisi inilah yang belakangan jadi favorit kami sekaligus menebak dalam hati (sebelum membaca kelanjutan artikel ya) pasti ini posisi tidur yang paling gawat dan tercela. Masak tidur sama pasangan saling membelakangi sih.

Tahukah kamu?

Ternyata oh ternyata menurut psikolog justru posisi tidur seperti ini menunjukkan hubungan yang intim, terikat dan saling mencintai. Kental dengan kedekatan namun sangat mandiri untuk hal pribadi.

Alhamdullillah...

2. Cherish

Kali ini posisi tidur pasangan masih saling membelakangi sekaligus saling bersentuhan. Ini menggambarkan rasa nyaman dalam posisi kebebasan.

Mirip dengan posisi tidur Liberty, perbedaannya hanya punggung saling bersentuhan.

Posisi ini menggambarkan bahwa pasangan memiliki awalan yang indah saat memulai hubungan dan merasa santai saat bersama.

Pasangan ini juga memiliki kepercayaan satu sama lain dan saling memberikan keleluasaan ruang pribadi yang dibutuhkan.

3. Pillow Talks

Posisi ini saling berhadapan seolah ingin mencoba berkomunikasi lewat hati.

Pasti kamu mengira inilah posisi tidur terbaik ya!

Aku juga...!

Lagi-lagi penonton kecewa.

Posisi tidur seperti ini justru menggambarkan komunikasi yang gagal dan tidak memiliki keintiman.

Sebenarnya mereka perlu bicara, itulah kenapa mereka tanpa sadar mencerminkan lewat posisi tidur dan ingin mewujudkan keinginan itu.

4. Lover's Knor

Ini adalah posisi tidur di mana kaki dan lengan pasangan saling bertindih eh terjalin.

Wait...!

Ayo katakan padaku apa yang ada di dalam pikiranmu?

Apakah kita sama?

Yay... syukurlah kali ini aku dan kamu sepakat!

Iya percis seperti yang ada di benakku, bahwa posisi tidur ini ternyata menggambarkan keintiman dan romansa sekaligus penyesuaian keintiman dan mandiri.

Biasanya pasangan akan saling mengunci selama 10 menit pertama (((mengunci))), so sweet ya istilahnya, bikin meleleh.

Lanjutkanlah... penasaran ini!

Eh iya, setelah saling mengunci 10 menit kemudian melepaskan satu sama lain dan akhirnya... tertidur.

Posisi tidur seperti ini menunjukkan bahwa pasangan akan selalu ada satu sama lain namun mereka juga mencari ruang untuk sendiri.

Apakah ini posisi tidur favoritmu?

Selamat, ya!

5. Spooning

Istilah kerennya, menyendok!

Aku langsung ingat istilah 'nyendok' waktu kuliah. Itu lho saat dibonceng dengan memeluk pinggang sang pengendara. Kita yang memeluk pinggang disebut, nyendok!

Ayo siapa di sini yang sering nyendok?

Wkwkwkwk, apalagi nyendok seseorang that you feeling crush with him, sedaaaappp! Eh, gimana?

Lanjutkan!

Posisi tidur seperti ini adalah umum untuk hubungan awal dan untuk setiap pasangan, di mana sang pria memeluk erat dari belakang pasangannya sambil menekuk kakinya.

Khas tipe alpha male personality yang mempersembahkan perlindungan.

Posisi tidur ini biasanya akan terjadi setiap hari dan secara perlahan berangsur berganti ke posisi yang lebih nyaman, rileks untuk kedua pasangan.

Survei membuktikan,18% pasangan akan menggunakan posisi tidur ini dan disebut juga sebagai posisi tradisional.

6. The Romantic

Posisi tidur ini biasanya disukai pasangan baru dan dimabuk (((dimabuk))) cinta, cieee. Seperti yang biasa kita tonton di film romansa.

Pasangan saling berhadapan, di mana lengan biasanya bertumpu ke dada pasangan. Kadang kala wanita tidur di atas dada pria yang juga memeluknya dengan intens dengan kedua lengannya.

Iya posisi tidur ini biasanya terjadi pada fase di awal hubungan yang merupakan manifestasi semangat, hasrat dan gelora asmara.

Hmmm... sedaaappp!

7. Superhero

Pernah lihat Superman mengajak pasanganya terbang di udara?

Nah posisi ini diaplikasikan di tempat tidur.

Dalam posisi ini wanita sepenuhnya menganggap pasangannya adalah muara mencari rasa aman.

So... sweet yak!

8. Miscellaneous

Namanya juga rupa-rupa ya!

Kali ini pasangan tidak memiliki posisi tidur tertentu, bisa saja variasi di antara ke 7 posisi di atas atau mungkin memiliki posisi lain yang dianggap nyaman.

Iya, pasangan tidak terikat pada posisi tertentu yang penting satu sama lain merasa nyaman.

Nah itu dia 8 posisi tidur pasangan yang mampu singkap keintiman dalam hubungan.

Gimana, kamu setuju?

Eh, mawu kemana?

Artikelnya belum kelar nih, masih ada bagian yang lebih seru!

Biar lebih afdol yuk kita tonton sama-sama rangkuman 8 posisi tidur yang mampu singkap keintiman dalam hubungan.


Sumber video: rumble.com

Jadi, yang mana posisi tidur favoritmu?